Kamis, 16 Desember 2010

Skizofrenia


Skizofrenia


Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).

Pada pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada zalir serebrospinal.[1]

Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia.

75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.

Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.

Gejala

Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.

Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:

  1. Gejala-gejala Positif
    Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (
    kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain.
  2. Gejala-gejala Negatif
    Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (
    alogia).

Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.

Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren.

Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.

Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.

Kesabaran dan perhatian yang tepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh. Kisah John Nash, doktor ilmu matematika dan pemenang hadiah Nobel 1994 yang mengilhami film A Beautiful Mind, membuktikan bahwa penderita skizofrenia bisa sembuh dan tetap berprestasi.

Organisasi Pendukung

Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia(KPSI) adalah sebuah komunitas pendukung Orang Dengan Skizofrenia (ODS) dan keluarganya yang memfokuskan diri pada kegiatan mempromosikan kesehatan mental bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Keberhasilan ODS dalam pemulihan sangat tergantung kepada pemahaman keluarga tentang skizofrenia.

Komunitas ini juga bertujuan memberikan informasi tentang skizofrenia yang tepat kepada masyarakat guna memerangi stigma negatif terhadap ODS. Orang Dengan Skizofrenia sama sekali tidak membahayakan, bahkan mereka sangat membutuhkan dukungan semua orang. Dengan adaptasi yang tepat, mereka juga dapat bekerja dengan baik seperti orang normal.

Kegiatan penting yang dilakukan komunitas ini adalah menterjemahkan swadaya atas artikel-artikel penting tentang skizofrenia dan panduan-panduan keluarga. Kegiatan edukasi berupa kopi darat juga dilakukan untuk saling berbagi pengalaman antar keluarga maupun narasumber. Rencananya KPSI juga akan menerbitkan buku kisah sejati tentang dukungan keluarga.

Rumah Sakit

BALI RS Jiwa Pusat Bangli Alamat : Jl. Kusumayuda Bangli

RS. Jiwa Bina Atma Alamat : Jl. Cokroaminoto Km 5, Denpasar Telp : (0361) 425744 Faksimile : (0361) 427323

BENGKULU RS. Jiwa Bengkulu Alamat : Jl. Bhakti Husa Lingkar Barat, Bengkulu

Apa sebenarnya skizofrenia? Siapa saja yang bisa terkena penyakit yang menyerang otak ini? Bagaimana penyakit ini menyerang manusia? Apa saja gejalanya? Pertanyaan-pertanyaan ini kerap melingkupi kaum awam atau keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita skizofrenia.

Menurut situs resmi www.schizophrenia.com, skizofrenia adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia.

Umumnya ada dua macam penyakit yang biasa disebut gila ini, yaitu neurosa dan psikosa. Skizofrenia termasuk psikosa. Penyebabnya sampai kini belum diketahui secara pasti, namun disebutkan faktor keturunan bisa menjadi salah satu penyebab.

Bahkan, faktor genetik tampaknya sangat dominan. Menurut penelitian, apabila saudara ayah-ibu menderita skizofrenia, maka anak memiliki potensi sebesar 3% untuk mengidap skizofrenia. Apabila ada salah satu saudara sekandung yang menderita, maka anak berpotensi menderita skizofrenia sebesar 5%-10%.

Lantas bagaimana dengan saudara kembar? Apabila tidak kembar identik, maka potensinya 5%-10%, sementara untuk anak kembar identik potensi menderita skizofrenia sebesar 25%-45%. Sedangkan jika penderita skizofrenia adalah salah satu dari kedua orang tua, maka anak berpotensi sebesar 15%-20%. Skizofrenia bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Kebanyakan perempuan yang mengidap penyakit ini adalah mereka yang berusia 20 hingga awal 30-an tahun. Sementara pada kelompok jenis kelamin laki-laki lebih dini, yakni akhir usia remaja hingga awal 20-an tahun.



Gejala dan Penanganan
Skizofrenia

Gejala penderita skizofrenia antara lain:

  • Delusi
  • Halusinasi
  • Cara bicara/berpikir yang tidak teratur
  • Perilaku negatif, misalkan: kasar, kurang termotivasi, muram, perhatian menurun

Penanganan:

  • Sikap menerima adalah langkah awal penyembuhan
  • Penderita perlu tahu penyakit apa yang diderita dan bagaimana melawannya.
  • Dukungan keluarga akan sangat berpengaruh.
  • Perawatan yang dilakukan para ahli bertujuan mengurangi gejala skizpofrenik dan kemungkinan gejala psychotic.
  • Penderita skizofrenia biasanya menjalani pemakaian obat-obatan selama waktu tertentu, bahkan mungkin harus seumur hidup.



Dukungan Keluarga
Sangat Berarti


Keluarga harus membantu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri si penderita. Mereka harus sabar menerima kenyataan, karena penyakit skizofrenia sulit disembuhkan.

Sebuah lantai tampak penuh coretan rumus matematika rumit. seorang pria dengan wajah tertunduk, terpaku pada rumus-rumus itu. Berkat kejeniusannya, William Parcher seorang agen penting pemerintah AS mempercayakan John Nash untuk memecahkan kode-kode rahasia yang berkaitan dengan intelijen negara.

Langkah ini membawa Nash terlibat dalam konspirasi dan propaganda perang dingin antara Amerika Serikat (AS) melawan Uni Soviet (Rusia). Alhasil, John Nash, pengajar di Massachuset Institute of Technology sibuk berkutat dengan teori-teori sambil mengurung diri di kamarnya yang penuh dengan coretan-coretan.

Belakangan baru diketahui bahwa pekerjaan Nash untuk kegiatan intelijen ternyata hanya ilusi belaka. Dia menderita penyakit skizofrenia. Meski akhirnya bisa kembali ke rumah dan berkumpul bersama keluarganya, Nash tidak pernah sembuh total.

Namun dukungan istri dan teman-temannya membuat dia berhasil melawan ilusi agen-agen intelijen. Nash terus berusaha mengendalikan diri dan berdamai dengan ilusinya. Kemudian, kejeniusannya mengantarkan hadiah nobel yang diterima pada tahun 1994. Perjuangan Nash dituangkan dalam film A Beautiful Mind.

Di dunia ini banyak Nash-Nash lain yang terus berjuang keluar dari kungkungan penyakit kejiwaan skizofrenia. Jumlahnya diperkirakan sekitar 1% dari seluruh penduduk dunia. Sedangkan di Indonesia, sekitar 1% hingga 2% dari total jumlah penduduk. Mungkin tidak terlalu besar, namun jumlah penderita skizofrenia di dunia terus bertambah.

Masalahnya banyak keluarga yang belum mengerti benar apa itu skizofrenia. Ketidakmengertian itu melahirkan jalan pintas. Rata-rata memasukan kerabatnya ke rumah sakit jiwa. Padahal penyakit ini bisa dikendalikan. Dengan kemauan diri yang keras dan dukungan keluarga, penderitanya bisa hidup normal.

"Saat anak saya divonis menderita skizofrenia, saya kaget sekali. Rasanya saya ingin marah karena anak saya dianggap gila. Sebab, dalam kehidupan sehari-hari dia terlihat normal," kata Suharjo, salah satu orang tua yang anaknya menderita skizofrenia.

Tetapi, akhirnya Suharjo melihat sendiri keanehan sikap anaknya. Misalnya, dia merasa terus dimata-matai oleh tetangga, merasa mendengar suara-suara dan sebagainya. "Saya tidak mau anak saya disebut gila. Tapi kini, dia memang sedang menjalani perawatan. Dia sungguh luar biasa. Yidak pernah berhenti berusaha, setelah tahu dirinya menderita skizofrenia," katanya.

dukungan keluarga dan teman merupakan salah satu obat penyembuh yang sangat berarti bagi penderita skizofrenia. Hal itu juga dikatakan Dr L Suryantha Chandra, psikiater di sanatorium Dharmawangsa.

Menerima kenyataan, menurut Suryantha, adalah kunci pertama proses penyembuhan atau pengendalian skizofrenia. Keluarga harus bersikap menerima, tetap berkomunikasi dan tidak mengasingkan penderita. Tindakan kasar, bentakan, atau mengucilkan malah akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar. Akan tetapi, terlalu memanjakan juga tidak baik

"Keluarga harus membantu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri si penderita. Mereka harus sabar dan menerima kenyataan, karena penyakit skizofrenia sulit disembuhkan. Berdasarkan penelitian, hanya satu dari lima penderita yang benar-benar bisa sembuh total," katanya.

Meski demikian, Suryantha yang sudah lama berkecimpung menangani pasien skizofrenia mengatakan, penyakit skizofrenia bisa dikendalikan, sehingga penderita tetap bisa hidup normal di tengah masyarakat. "Saat ini sudah ada obat-obatan untuk mengembalikan fungsi otak, seperti antipsikotika dan neuroleptika. Sebanyak 80% penderita berhasil sembuh atau mengendalikan penyakitnya setelah mengonsumsi obat-obatan ini. Hanya saja, lama pemakaian tergantung kondisi penderita itu sendiri. Ada yang setahun, lebih dari tiga tahun, atau seumur hidupnya."

Pasca perawatan, biasanya penderita akan dikembalikan pada lingkungan keluarga. Penerimaan kembali oleh keluarga sangat besar artinya. Dalam berbicara tidak boleh emosional, agar tidak memancing kembali emosi penderita.

Dikatakan oleh Suryantha, sampai saat ini keingintahuan masayarakat Indonesia untuk mendalami atau lebih mengetahui penyakit skizofrenia semakin tinggi. Sayangnya, tidak diikuti penerimaan lingkungan masyarakat atau keluarga terhadap pendertia atau mantan penderita.

OBAT


Ekstrapiramidal Sindrom et causa Efek Samping Obat Anti Psikosis
A. Susunan Piramidal dan Ekstrapiramidal

Susunan Piramidal

Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni girus presentralis . Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan korteks motorik. Mereka berada dilapisan ke-V dan masing-masing memiliki hubungan dengan gerak otok tertentu. Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi motoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan motoneuron dikornu anterius medulaspinalis.

Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar dan kortikospinal. Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan ditingkat thalamus dan ganglia basalia mereka terdapat diantara kedua bangunan yang dikenal sebagai kapsula interna.


Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung dimotoneuron saraf kranial motorik atau interneuronnya disisi kontralateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar berakhir di inti-inti saraf kranial motorik sisi ipsilateral juga.


Diperbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabut-serabut kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal lateral yang berjalan di funikulus posterolateral kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medula spinalis di funikulus ventralis ipsilateralis dan dikenal sebagai jaras kortikospinal ventral atau traktus piramidalis ventralis.


Susunan Ekstrapiramidal

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum ,globus palidus, inti-inti talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang otak,serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8. komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesori).


Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik.

Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-striatum.


B. Gejala Ektrapiramidal (EPS)

Istilah gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu kelompok atau reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik. Istilah ini mungkin dibuat karena banyak gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali traktus kortikospinal (piramidal). Namun, nama ini agak menyesatkan karena beberapa gejala (contohnya akatisia) kemungkinan sama sekali tidak merupakan masalah motorik. Beberapa gejala ekstrapiramidal dapat ditemukan bersamaan pada seorang pasien dan saling menutupi satu dengan yang lainnya.

Gejala Ektrapiramidal merupakan efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat antipsikotik. Antipsikotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati kelainan psikotik seperti skizofrenia dan gangguan skizoafektif.

Gejala ekstrapiramidal sering di bagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia akut, tardiv diskinesia, akatisia, dan parkinsonism (Sindrom Parkinson).

a. Reaksi Distonia Akut (ADR)


Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu atau lebih kelompok otot skelet yang lazimnya timbul dalam beberapa menit. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa. Suatu ADR lazimnya mengganggu sekali bagi pasien. Dapat nyeri atau bahkan dapat mengancam kehidupan dengan gejala-gejala seperti distonia laring atau diafragmatik. Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan dengan neuroleptik karena pandangan pasien mengenai medikasi secara permanent dapat memudar oleh suatu reaksi distonik yang menyusahkan.


b. Akatisia

Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi sehingga menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien.


b. Sindrom Parkinson

Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi berikut :

Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyahyang dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala negative skizofrenia.

Tremor : khususnya saat istiraha, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini dapat dikelirukan dengan diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik, kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap medikasi antikolinergik.

Gaya berjalan membungkuk : menyeret kaki dengan putaran huruf en cetak dan hilangnya ayunan lengan.

Kekuan otot : terutama dari tipe cogwheeling


c. Tardive Diskinesia

Dari namanya sudah dapat diketahui merupakan sindrom yang terjadi lambat dalam bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki dari obat antipsikotik . hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamine di puntamen kaudatus. Wanita tua yang diobati jangka panjang mudah mendapatkan gangguan tersebut walaupun dapat terjadi di perbagai tingkat umur pria ataupun wanita. Prevalensi bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-40% pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas, dan makan. Factor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif atau organikjuga lebih berkemungkinan untuk mengalami diskinesia tardive. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya memburuk dengan penarikan neuroleptik. Diagnosis banding jika mempertimbangkan diskinesia tardive meliputi penyakit Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia yang ditimbulkan obat (contohnya levodopa, stimulant dan lain-lain). Perlu dicatat bahwa diskinesia tardive yang diduga disebabkan oleh kesupersensitivitasan reseptor dopamine pasca sinaptik akibat blockade kronik dapat ditemukan bersama dengan sindrom Parkinson yang diduga disebabkan karena aktifitas dopaminergik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu karena kasus lanjut sulit di obati. Banyak terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena perjalanan penyakit sangat beragam dan kadang-kadang terbatas. Diskinesia tardive dini atau ringan mudah terlewatkan dan beberapa merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap enam bulan untuk pasien yang mendapatkan pengobatan neuroleptik jangka panjang.



C. Obat Antipsikosis yang Mempunyai Efek Samping Gejala Ekstrapiramidal

Obat antispikosis dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut :

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gej. ekstrapiramidal
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Chlorpromazine 150-1600 ++

Thioridazine 100-900 +

Perphenazine 8-48 +++

trifluoperazine 5-60 +++

Fluphenazine 5-60 +++

Haloperidol 2-100 ++++

Pimozide 2-6 ++

Clozapine 25-100 -

Zotepine 75-100 -

Sulpride 200-1600 +

Risperidon 2-9 +

Quetapine 50-400 +

Olanzapine 10-20 +

Aripiprazole 10-20 +



Pemilihan obat antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat.


D. Penanganan Gejala Ektrapiramidal (EPS)

Pedoman umum :

1. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli menganjurkan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan riwayat EPS atau para pasien yang mendapat neuroleptik poten dosis tinggi.

2. Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadin dapat mengeksaserbasi gejala psikotik.

3. Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama terhadap kembalinya gejala.

a. Reaksi Distonia Akut (ADR)

Medikasi antikolinergik merupakan terapi ADR bentuk primer dan praterapi dengan salah satu obat-obat ini biasanya mencegah terjadinya penyakit. Paduan obat yang umum meliputi benztropin (Congentin) 0,5-2 mg dua kali sehari (BID) sampai tiga kali sehari (TID) atau triheksiphenidil (Artane) 2-5 mg TID. Benztropin mungkin lebih efektif daripada triheksiphenidil pada pengobatan ADR dan pada beberapa penyalah guna obat triheksiphenidil karena “rasa melayang” yang mereka dapat daripadanya. Seorang pasien yang ditemukan dengan ADR berat, akut harus diobati dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur intravena (IV) dapat diberikan benztropin 1 mg dengan dorongan IV. Umumnya lebih praktis untuk memberikan difenhidramin (Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau bila obat ini tidak tersedia gunakan benztropin 2 mg IM. Remisi ADR dramatis terjadi dalam waktu 5 menit.

b. Akatisia

Pengobatan akatisia mungkin sangat sulit dan sering kali memerlukan banyak eksperimen. Agen yang paling umum dipakai adalah antikolinergik dan amantadin (Symmetrel); obat ini dapat juga dipakai bersama. Penelitian terakhir bahwa propanolol (Inderal) sangat efektif dan benzodiazepine, khususnya klonazepam (klonopin) dan lorazepam (Ativan) mungkin sangat membantu.

c. Sindrom Parkinson


Aliran utama pengobatan sindrom Parkinson terinduksi neuroleptik terdiri atas agen antikolinergik. Amantadin juga sering digunakan . Levodopa yang dipakai pada pengobatan penyakit Parkinson idiopatik umumnya tidak efektif akibat efek sampingnya yang berat.

d. Tardive Diskinesia

Pencegahan melalui pemakaian medikasi neuroleptik yang bijaksana merupakan pengobatan sindrom ini yang lebih disukai. Ketika ditemukan pergerakan involunter dapat berkurang dengan peningkatan dosis medikasi antipsikotik tetapi ini hanya mengeksaserbasi masalah yang mendasarinya. Setelah permulaan memburuk, pergerakan paling involunter akan menghilang atau sangat berkurang, tetapi keadaan ini memerlukan waktu sampai dua tahun. Benzodiazepine dapat mengurangi pergerakan involunter pada banyak pasien, kemungkinan melalui mekanisme asam gamma-aminobutirat-ergik. Baclofen (lioresal) dan propanolol dapat juga membantu pada beberapa kasus. Reserpin (serpasil) dapat juga digambarkan sebagai efektif tetapi depresi dan hipotensi merupakan efek samping yang umum. Lesitin lemak kaya kolin sangat bermanfaat menurut beberapa peneliti, tetapi kegunaannya masih diperdebatkan. Pengurangan dosis umumnya merupakan perjalanan kerja terbaik bagi pasien yang tampaknya mengalami diskinesia tardive tetapi masih memerlukan pengobatan. Penghentian pengobatan dapat memacu timbulnya dekompensasi yang berat, sementara pengobatan pada dosis efektif terendah dapat mempertahankan pasien sementara meminimumkan risiko, tetapi kita harus pasti terhadap dokumen yang diperlukan untuk penghentian pengobatan.

Sumber:
http://medicafarma.blogspot.com/2009/03/efek-samping-ekstrapiramidal-obat.html

http://bedahurologi.wordpress.com/2009/08/19/ekstrapiramidal-sindrom-et-causa-efek-samping-obat-anti-psikosis/

ANTIPSIKOTIKA Bagian I

Sumber:
http://www.facebook.com/notes/kefarmasian/antipsikotika/235970971549


Sekilas tentang antipsikotika

Antipsikotika adalah obat obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi-fungsi umum (berpikir dan kelakuan normal).
Antipsikotika dapat meredam agresi maupun emosi serta dapat pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa, seperti impian dan pikiran khayal serta menormalkan perilaku tidak normal.
Oleh karena itu umumnya antipsikotika digunakan pada psikosis (penyakit jiwa yang hebat yang sulit sembuh pada pasien) misalnya seperti pada penyakit schizophrenia dan psikosis mania-depresif.
Obat-obatan antipsikosis yang dapat meredakan gejala-gejala schizophrenia adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin).
Antipsikotika juga dikenal dengan sebutan neuroleptika atau major tranquillizers.
Gangguan-gangguan Jiwa
Sebelum melangkah ke pengertian selanjutnya dibawah ini ada sedikit ringkasan beberapa gangguan jiwa terpenting yang berkaitan dengan psikose (seperti yang kami kutip dari sumber buku Obat-Obat Penting dari Drs. Tan Hoan Tjay & Drs. Kirana Rahardja dan sumber lain pada http://ikasatyani.blogspot.com/2008_09_01_archive.html) diantaranya:
1. Psikose: Sebagai gangguan jiwa yang sangat merusak akal budi dan pengertian (insight), timbulnya pandangan tidak realities atau bizar (aneh), mempengaruhi kepribadian dan mengurangi berfungsinya si penderita. Gejala psikotis yang muncul mencakup waham/ pikiran khayal, halusinasi dan gangguan berpikir formil/ tak dapat berpikir riil. Ini seringkali disebabkan oleh schizophrenia dan dapat diobati dengan antipsikotika.
2. Neurose: ini termasuk gangguan jiwa tanpa gejla psikotis. Kepribadian pasien relatif kurang dirusak dan kontak dengan realitas tidak terganggu. Gejalanya dapat disebut kegelisahan, cemas, murung, mudah tersinggung, dan berbagai perasaan tidak enak di tubuh. Penyakit ini dapat diatasidengan tranquillizers.
3. Sindrome Borderline (BPD): dimana gejalanya terletak diperbatasan antara neurose dan psikose. Gejalanya banyak sekali yang utama antara lain: impulsivitas, instabilitas emosional dengan perubahan suasana jiwa secara mendadak, percobaan bunuh diri, kesulitan membuat kontak karena segala sesuatu dianggap sebagai hitam putih. Pengobatan dilakukan poliklinis dengan kombinasi dari suatu bentuk kombinasi psikoterapi khusus dan psikofarmaka (antipsikotika, antidepresiva, atau obat-obat yang meregulasi suasana, seperti litium).
4. Mania: kecenderungan patologis untuk suatu aktifitas tertentu, yang tidak dapat dikendalikan, misalnya mengutil (kleptomania). Penanganan mania dapat dilakukan dengan antipsikotika, khususnya klorporazin, haloperidol, dan pimozida.
5. Scizofrenia: merupakan gangguan jiwa yang pada kebanyakan kasus bersifat sangat serius, berkelanjutan, dan dapat menyebabkan kendala sosial, emosional dan kognitif. Akan tetapi banyak varian lain yang kurang serius. Scizofrenia adalah penyebab terpenting gangguan psikotis, dimana periode psikotis diselingi periode normalsaat pasien bisa berfungsi baik. Mulainya penyakit sering kali secara menyelinap. Pada pria biasanya timbul antara usia 15-25 tahun, jarang diatas 30 tahun, sedangkan pada wanita antara 25-35 tahun. Catatan lain dari scizofrenia merupakan gangguan mental klasifikasi berat dan kronik (psikotik) yang menjadi beban utama pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda sampai sekarang. Obat-obatan antipsikosis yang dapat meredakan gejala-gejala schizophrenia adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obet penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini tampaknya mengakibatkan sikap acuh pada stimulus. luar. Obat ini cukup tepat bagi penderita schizophrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan). Bukti menunjukkan bahwa obat antipsikotik ini bekerja pada bagian batang otak, yaitu sistem retikulernya, yang selalu mengendalikan masukan berita dari alat indera pada cortex cerebral.

Penggolongan Antipsikotika
Antipsikotika dibagi dalam dua kelompok besar yaitu:
1. Antipsikotika klasik/ typis, ini efektif mengatasi simtom positif. Dan dibagi dalam dua kelompok kimiawi sebagai berikut:
• Derivat fonotiazin: klorpromazin, levomepromazin dan triflupromazin (siquil)-thioridazin dan periciazin-dan flufenazin-perazin (taxilan), trifluoperazin (stemetil), dan thietilperazin (torecan)
• Derivat thioxanthen: klorprotixen (truxal) dan zuklopentixol (cisordinol).
• Derivat butirofenon: haloperidol, bromperidol, pipamperon, dan droperidol.
• Derivat butilpiperadin: pimozida, fluspirilen, dan penfluridol.
Senyawa fenotiazin dan tioksanten maupun butirofenon, difenilbutilpiperadin mewakili secara khas neuroleptika. Yang bekerja meredam di daerah afektif, tanpa merugikan secara nyawa kesadaran (walter schunack, klaus mayer, manfred haake: Senyawa Obat)
2. Antipsikotika Atypis: obat-obat atypis ini Sulprida, klozapin, risperidon, olanzapin, dan quietiapin (seroquel)bekerja efektif melawan simtom-simtom negatif, yang praktis kebal terhadap obat-obat klasik. Dan ini efek sampingnya lebih ringan, khususnya gangguan ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda.
Sulpirid merupakanpsikofarmakon pertama dari golongan obat sulfamoilbenzami, yang digunakan dalam terapi. Senyawa ini memperlihatkan sifat neuroleptik lama dengan komponen kerja antidepresan yang nyata.
Dosis rendah antipsikotik atipikal tertentu seperti quetiapine, olanzapine dan risperidone juga diresepkan untuk efek penenang mereka, tapi bahaya neurologis dan efek samping kognitif membuat obat-obatan ini merupakan pilihan yang buruk untuk mengobati insomnia.
Dan, dosis yang lebih tinggi diambil (300 mg – 900 mg) untuk digunakan sebagai antipsikotik, sedangkan dosis yang lebih rendah (25 mg – 200 mg) yang ditandai memiliki efek penenang, misalnya jika seorang pasien membutuhkan 300 mg, ia akan lebih diuntungkan dari efek antipsikotik obat, tetapi jika dosis diturunkan ke 100 mg, akan membuat pasien merasa lebih terbius daripada 300 mg, karena bekerja sebagai obat penenang terutama pada dosis rendah http://en.wikipedia.org/wiki/Insomnia.

Indikasi Fisiologi dan penggunaan
Antipsikotika memiliki beberapa indikasi fisiologis diantaranya:
Antipsikotis: obat-obat ini digunakan untuk gangguan jiwa dengan gejala psikotis. Seperti scizofrenia, mania, depresi psikotis dan depresipsikotis. Selain itu untuk menangani gangguan perilaku seriuspada pasien demensia dan gangguan rohani, juga untuk keaadan gelisah akut dan penyakit lata.
Aaxiolitis: meniadakan rasa bimbang, takut, kegelisahan dan agresi yang hebat. Oleh karena itu kadang obat ini digunakan dalam dosis rendah sebagi minor transquillizers pada kasus-kasus besar dimana benzodiazepin (pimozida, thioridazin) kurang efektif. Berhubung efek sampingnya penggunaan antipsikotika dalam dosis rendah sebagai axiolitika tidak dianjurkan.
Antiemetis: sering digunakan untuk melawan mual dan muntah yang hebat, seperti pada terapi sitostatika, sedangkan pada mabuk jalan tidak efektif. Obat ini adalah proklorperazin dan thietilperazin. Obat yang lain adalah klorpromazin, perfenazin, triflupromazin, flufenazin, haloperidol (dalam dosis rendah), metoklopramida.
Analgetis: ini diantaranya, levomepromazin, haloperidol, dan droperidol. Kecuali droperidol obat tersebut jarang digunaka sebagai antinyeri, mengapa? Karena dapat memperkuat efek analgetika dengan jalan meningkatkan ambang nyeri.

Mekanisme Kerja
Psikofarmaka pada umumnya yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek efek utama terhadap aktifitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik.
Semua psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk ke dalam cairan cerebrospinal. Walaupun mekanisme kerjanya pada tarf biokimiawi belum diketahui dengan pasti, tetapi setidaknya ada petunjuk kuat bahwa mekanisme ini behubungan erat dengan kadar neurotransmitter di otak atau antar keseimbanganya (Obat-Obat Penting, Tan Hoan Tjay & Kirana H, hal:424)
Antipsikotika bekerja menghambat agak kuat reseptor dopamin (D2) di sistem limbis otak dan disamping itu juga menghambat reseptor D1/D4, α1 (dan α2)-adrenerg, serotonin, muskarin, dan histamin. Tetapi pada pasien yang kebal terhadap obat-obat klasik ditemukan pula blokade tuntas dari reseptor D2 tersebut. Sebenarnya blokade-D2 saja tidak cukup, perlu mempengaruhi neurohormon lainnya seperti serotonin (5HT2), glutamat, dan gamma-butyric acid.
Saat awal kerjanya blokade-D2 cepat, begitu pula efeknya pada keadaan gelisah. Sebalinya kerjanya terhadap gejala psikose lain (waham, halusinasi, gangguan pikiran) baru terlihat setelah beberapa minggu. Mungkin masa latensi ini menyebabkan sistem reseptor-dopamin menjadi kurang peka.
Antipsikotika atypis memiliki afinitas lebih besar untuk reseptor-D1 dan D2 sehingga lebih efektif daripada obat-obat klasik untuk melawan simtom negatif, serta antipsikotika atypis lebih jarang menimbulkan gejala ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda.

Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I)/ Antipsikotik Klasik/ Typis dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll)/ Serotonin Dopamin Antagonis (SDA)/ Antipsikotik Atipikal. APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon.
Dosis rendah antipsikotik atipikal tertentu seperti quetiapine, olanzapine dan risperidone juga diresepkan untuk efek penenang mereka, tapi bahaya neurologis dan efek samping kognitif membuat obat-obatan ini merupakan pilihan yang buruk untuk mengobati insomnia..
Efek Samping Psikotika
Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)
1). Parkinsonisme
Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias gejala parkonsonisme:
Tremor: paling jelas pada saat istirahat
Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada saat berjalan
Rigiditas: gangguan tonus otot (kaku)
2). Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama
Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak terkontrol
3). Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk.
Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa ilang/kembali normal).
4). Tardive dyskinesia
Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.
b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect
Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek samping anti kolinergik adalah:
• Mulut kering
• Konstipasi
• Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris) menyebabkan presbiopia
• Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergic
• Kongesti/sumbatan nasal

Interaksi
Obat anti-psikotik rata2 mempunyai lama kerja efektif yang pendek (1-2 hari), kecuali yang memang dibuat dengan extended duration . Hal ini merupakan masalah karena perlu pemberian kronis.
Karena itu ritme diurnal harus diperhitungkan, apakah harus diberi pagi atau malam hari. Pengalaman menunjukkan bahwa bila obat yg menimbulkan ngantuk/sedasi diberi pagi hari maka penderita tidur terus sewaktu siang hari, yang akan dianggap merupakan bagian integral dari penyakitnya sendiri oleh dokter (dan pasien TENANG/ tidak gaduh). Hal ini sering terlihat; dan justru dianggap ‘berhasil’ pengobatannya. Bila terdapat tipe manik-depresi, sebaiknya obat seperti haloperidol dan sertraline, yang mempunyai efek sedasi kuat sekali diberikan malam hari saja. Pada pagi harinya dapat diberikan obat lain yang tidak sedatif seperti sulpiride (bila diperlukan). Dengan tindakan sederhana ini keadaan penderita akan jauh lebih baik

Bersambung ke bagian II
Bersambung ke bagian II

Contoh Obat-Obat Antipsikotika dan Antidepresi
1. ANTIDEPRESI
NO CONTOH OBAT GOLONGAN ANTIDEPRESI NAMA PATEN KOMPOSISI
1 Klomipramin Hidroklorida Anafranil Klomipramin Hidroklorida
2 Fluoksetin Hidroklorida Andep Fluoksetin Hidroklorida
3 Amoksapin Asendin Amoksapin
4 Sertralin Antipres Sertralin
5 Fluoksetin Hidroklorida Antiprestin Fluoksetin Hidroklorida
6 Moklobemida p-kloroN Benzamid Aurorik Moklobemida p-kloroN Benzamid
7 Fluoksetin Courage Fluoksetin
8 Buspiron Hidroklorida Buspar Buspiron Hidroklorida
9 Setralin Hidroklorida Deptral Setralin Hidroklorida
10 Sulpirida Dogmatil Sulpirida
11 Fluoksitin HCl Elizac 20 Fluoksitin HCl
12 Fluoksitin Hidroklorida Foransi Fluoksitin Hidroklorida
13 Sertralin Hidroklorida Fridep Sertralin Hidroklorida
14 Litium Karbonat Frimania Litium Karbonat
15 Serttraline Hidroklorida Iglodep Serttraline Hidroklorida
16 Fluoksitin Hidroklorida Kalxetin Fluoksitin Hidroklorida
17 Baklofen Liorezal Baklofen
18 Flukosetin Lodep Flukosetin
19 Maprotilin Hidroklorida Ludiomil Maprotilin Hidroklorida
20 Maprotilin Hidroklorida Ludios Maprotilin Hidroklorida
21 Fluvoksamin Maleat Luvox Fluvoksamin Maleat
22 Perphenazine Mutabon-D Perphenazine
23 Fluoxetine Nopres Fluoxetine
24 Levomepromaszin Nozinan Levomepromaszin
25 Sertralin Nudep Sertralin
26 Fluoksitin Hidroklorida Oxipres Fluoksitin Hidroklorida
27 Fluoksitin Hidroklorida Prestin Fluoksitin Hidroklorida
28 Fluoksitin Hidroklorida Prozac Fluoksitin Hidroklorida
29 Mirtazapin Remeron Mirtazapin
30 Maprotilin Hidroklorida Sandepril Maprotilin Hidroklorida
31 Sertraline Hidroklorida Serlof Sertraline Hidroklorida
32 Paroksetin Hidroklorida Seroxat Paroksetin Hidroklorida
33 Amineptin Hidroklorida Survector Amineptin Hidroklorida
34 Maprotilin Hidroklorida Tilsan Maprotilin Hidroklorida
35 Imipramin Hidroklorida Tofranil Imipramin Hidroklorida
36 Mianserin Hidroklorida Tolvon Mianserin Hidroklorida
37 Buspiron Hidroklorida Tran-Q Buspiron Hidroklorida
38 Trazodon Hidroklorida Trazone Trazodon Hidroklorida
39 Amitiptilin Hidroklorida Trilin Amitiptilin Hidroklorida
40 Buspiron Xiety Buspiron
41 Fluoxetine Zac Fluoxetine
42 Fluoxetine Hidroklorida Zactin Fluoxetine Hidroklorida
43 Sertralin Zerlin Sertralin
44 Sertralin Zoloft Sertralin
2. ANTIPSIKOSIS
NO CONTOH OBAT GOLONGAN ANTIPSIKOSIS NAMA PATEN KOMPOSISI
1 Flufenazin Hidroklorida Anatensol Flufenazin Hidroklorida
2 Klorpromazin Hidroklorida Cepezet Klorpromazin Hidroklorida
3 Klozapin Clorilex Klozapin
4 Klozapin Clozaril Klozapin
5 Haloperidol Dores Haloperidol
6 Haloperidol Govotil Haloperidol
7 Klorpromazin Hidroklorida Largactil Klorpromazin Hidroklorida
8 Haloperidol Lodomer Haloperidol
9 Zotepine Lodopin Zotepine
10 Tioridazin Hidroklorida Mellerril Tioridazin Hidroklorida
11 Klorpromazin Hidroklorida Meprosetil Klorpromazin Hidroklorida
12 Flufenazin Dekanoat Modecate Flufenazin Dekanoat
13 Flufenazin Hidroklorida Motival Flufenazin Hidroklorida
14 Perphenazine Mutabon-M Perphenazine
15 Risperidon Neripros Risperidon
16 Risperidon Noprenia Risperidon
17 Pimozide Orap forte Pimozide
18 Risperidon Persidal Risperidon
19 Klorpromazin Hidroklorida Promactil Klorpromazin Hidroklorida
20 Risperidone Risperdal Risperidone
21 Risperidone Risperdal Const Risperidone
22 Risperidone Rizodal Risperidone
23 Haloperidol Seradol Haloperidol
24 Haloperidol Serenace Haloperidol
Kuetiapin Fumarat Seroquel Kuetiapin Fumarat
25 Klozapin Sizoril Klozapin
26 Trifluoperazin Stelazine Trifluoperazin
27 Prokloperazin Stemetil Prokloperazin
28 Trifluoperazin Trizine Trifluoperazin
29 Risperidol Zofredal Risperidol
30 Olanzapine Zyprexa Olanzapine


Contoh Obat Antipsikotik
RISPERIDONE 1 mg (http://www.dexa-medica.com/ourproducts/prescriptionproducts/)
Tiap tablet salut selaput mengandung:
Risperidone 1 mg
RISPERIDONE 2 mg
Tiap tablet salut selaput mengandung:
Risperidone 2 mg
RISPERIDONE 3 mg
Tiap tablet salut selaput mengandung:
Risperidone 3 mg

FARMAKOLOGI
Cara kerja obat
Risperidone termasuk antipsikotik turunan benzisoxazole. Risperidone merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan reseptor α1-adrenergik. Risperione tidak memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik.
Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia, hal tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping ekstrapiramidal, dia memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif dari skizofrenia.

Farmakokinetik
Risperidone diabsorpsi sempurna setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak dicapai setelah 1-2 jam. Absorpsi risperidone tidak dipengaruhi oleh makanan. Hidroksilasi merupakan jalur metabolisme terpenting yang mengubah risperidone menjadi 9-hidroxyl-risperidone yang aktif.
Waktu paruh (T½) eliminasi dari fraksi antipsikotik yang aktif adalah 24 jam. Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam plasma yang lebih tinggi dan eliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan pada pasien dengan gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal pada pasien dengan gangguan fungsi hati.

INDIKASI
Terapi pada skizofrenia akut dan kronik serta pada kondisi psikosis yang lain, dengan gejala-gejala tambahan (seperti; halusinasi, delusi, gangguan pola pikir, kecurigaan dan rasa permusuhan) dan atau dengan gejala-gejala negatif yang terlihat nyata (seperti; blunted affect, menarik diri dari lingkungan sosial dan emosional, sulit berbicara). Juga mengurangi gejala afektif (seperti; depresi, perasaan bersalah dan cemas) yang berhubungan dengan skizofrenia.

KONTRAINDIKASI
• Hipersensitif terhadap risperidone.

DOSIS
Dosis umum
Hari ke-1 : 2 mg/hari, 1-2 x sehari
Hari ke-2 : 4 mg/hari, 1-2 x sehari (titrasi lebih rendah dilakukan pada beberapa pasien)
Hari ke-3 : 6 mg/hari, 1-2 x sehari
Dosis umum 4-8 mg per hari
Dosis di atas 10 mg/hari tidak lebih efektif dari dosis yang lebih rendah dan bahkan mungkin dapat meningkatkan gejala ekstrapiramidal. Dosis di atas 10 mg/hari dapat digunakan hanya pada pasien tertentu dimana manfaat yang diperoleh lebih besar dibanding dengan risikonya. Dosis di atas 16 mg/hari belum dievaluasi keamanannya sehingga tidak boleh digunakan.
Penggunaan pada penderita geriatrik, juga penderita gangguan fungsi ginjal dan hati:
Dosis awal: 0,5 mg, 2 x sehari
Dosis dapat disesuaikan secara individual dengan penambahan 0,5 mg, 2 x sehari (hingga mencapai 1-2 mg, 2 x sehari)
Penggunaan pada anak:
Pengalaman penggunaan pada anak-anak usia di bawah 15 tahun belum cukup.

PERINGATAN DAN PERHATIAN
• Anak-anak usia <>
• Dapat menyebabkan hipotensi ortostatik, terutama pada pemberian awal. Risperidone diberikan secara hati-hati pada penderita kardiovaskular. Pengurangan dosis harus dipertimbangkan bila terjadi hipotensi.
• Penggunaan dosis di atas 5 mg, 2x sehari tidak lebih efektif dari dosis yang lebih rendah dan bahkan mungkin dapat meningkatkan gejala ekstrapiramidal. Jangan melebihi dosis yang dianjurkan. Bila diperlukan efek sedasi yang lebih, pemberian obat seperti benzodiazepin lebih baik dibanding menaikkan dosis risperidone.
• Obat antagonis reseptor dopamin berhubungan dengan induksi tardive dyskinesia, ditandai dengan pergerakan berulang yang tidak terkendali, terutama pada lidah dan/atau wajah. Dilaporkan bahwa munculnya gejala ekstrapiramidal merupakan faktor risiko terjadinya tardive dyskinesia. Jika tanda dan gejala tardive dyskinesia muncul, pertimbangkan untuk menghentikan penggunaan semua obat antipsikotik.
• Pemberian risperidone pada pasien Parkinson secara teori dapat menyebabkan penyakit memburuk.
• Hati-hati penggunaan pada pasien epilepsi.
• Pasien diberitahu bahwa berat badannya dapat meningkat.
• Risperidone dapat mengganggu aktivitas yang memerlukan konsentrasi mental, pasien disarankan tidak menyetir atau menjalankan mesin hingga diketahui kerentanan individualnya.
• Pemberian pada wanita hamil dan menyusui jika keuntungannya lebih besar dari risiko.
• Penggunaan risperidone dapat menimbulkan Neuroleptic Malignant Syndrome (NMS) yang manifestasi klinisnya adalah: Hiperpireksia, rigiditas otot, perubahan status mental dan gangguan denyut nadi, tekanan darah, aritmia, takikardia dan diaforesis. Manifestasi lainnya dapat berupa: peningkatan kreatinin fosfatase, mioglobinemia, serta gagal ginjal akut. Bila timbul gejala NMS, hentikan segera penggunaan.
• Penggunaan risperidone juga dapat menimbulkan hiperprolaktinemia (karena risperidone dapat meningkatkan kadar prolaktin sehingga kemungkinan efek karsinogenitasnya meningkat).
• Penggunaan risperidone pada penderita geriatrik serta penderita gangguan fungsi hati dan ginjal: Dosis awal dan dosis tambahan perlu dikurangi sampai separuh dosis normal.
ANTIPSIKOTIKA Bagian III

EFEK SAMPING
• Yang umum terjadi: insomnia, agitasi, rasa cemas, sakit kepala.
• Efek samping lain: somnolen, kelelahan, pusing, konsentrasi terganggu, konstipasi, dispepsia, mual/muntah, nyeri abdominal, gangguan penglihatan, priapismus, disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, disfungsi orgasme, inkontinensia urin, rinitis, ruam dan reaksi alergi lain.
• Beberapa kasus gejala ekstrapiramidal mungkin terjadi (namun insiden dan keparahannya jauh lebih ringan bila dibandingkan dengan haloperidol), seperti: tremor, rigiditas, hipersalivasi, bradikinesia, akathisia, distonia akut. Jika bersifat akut, gejala ini biasanya ringan dan akan hilang dengan pengurangan dosis dan/atau dengan pemberian obat antiparkinson bila diperlukan.
• Seperti neuroleptik lainnya, dapat terjadi neuroleptic malignant syndrome (namun jarang), ditandai dengan hipertermia, rigiditas otot, ketidakstabilan otonom, kesadaran berubah dan kenaikan kadar CPK, dilaporkan pernah terjadi. Bila hal ini terjadi, penggunaan obat antipsikotik termasuk risperidone harus dihentikan.
• Kadang-kadang terjadi orthostatic dizziness, hipotensi termasuk ortostatik, takikardia termasuk takikardia reflek dan hipertensi.
• Risperidone dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi prolaktin plasma yang bersifat dose-dependent, dapat berupa galactorrhoea, gynaecomastia, gangguan siklus menstruasi dan amenorrhoea.
• Kenaikan berat badan, edema dan peningkatan kadar enzim hati kadang-kadang terjadi.
• Sedikit penurunan jumlah neutrofil dan trombosit pernah terjadi.
• Pernah dilaporkan namun jarang terjadi, pada pasien skizofrenik: intoksikasi air dengan hiponatraemia, disebabkan oleh polidipsia atau sindrom gangguan sekresi hormon antidiuretik (ADH); tardive dyskinesia, tidak teraturnya suhu tubuh dan terjadinya serangan.

INTERAKSI OBAT
• Hati-hati pada penggunaan kombinasi dengan obat-obat yang bekerja pada SSP dan alkohol.
• Risperidone mempunyai efek antagonis dengan levodopa atau agonis dopamin lainnya.
• Karbamazepin dapat menurunkan kadar plasma risperidone.
• Clozapine dapat menurunkan bersihan risperidone.
• Fluoksetin dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari fraksi antipsikotik (risperidone dan 9-hydroxy-risperidone) dengan meningkatkan konsentrasi risperidone.

KEMASAN
RISPERIDONE 1 mg : Kotak, 5 blister @ 10 tablet salut selaput,
No. Reg: GKL0505038917A1
RISPERIDONE 2 mg : Kotak, 5 blister @ 10 tablet salut selaput,
No. Reg: GKL0505038917B1
RISPERIDONE 3 mg : Kotak, 5 blister @ 10 tablet salut selaput,
No. Reg: GKL0505038917C1


Daftar Pustaka
http://en.wikipedia.org/wiki/
http://ikasatyani.blogspot.com/2008_09_01_archive.html)
www.kalbe.co.id/?mn=news&tipe;=detail&detail;=19783
• Schunack,walter; mayer, Klaus; Hake, Manfred, Senyawa Obat, Gadjah Mada University Press, 1990
• Tan Hoan, Tjay & Rahardja, Kirana, OBAT-OBAT PENTING, Gramedi, Jakarta, 2002
• MIMS ed 2007
http://www.dexa-medica.com/ourproducts/prescriptionproducts/detail.php?id=46&idc%3B=8
ANTIPSIKOTIK

Sumber:
http://www.farmasiku.com/index.php?target=categories&category_id=309

Haldol ®
HALOPERIDOL

Aksi Dan Farmakologi klinis:

Haloperidol adalah butyrophenone antipsikotik turunan dengan sifat-sifat yang telah dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas, gelisah, dan mania.
Haloperidol adalah neuroleptic yang efektif dan juga memiliki sifat Antimuntah, tetapi memiliki kecenderungan untuk memprovokasi ditandai efek ekstrapiramidal dan relatif lemah adrenolytic alfa-properti. Ini juga menunjukkan anorexiant hipotermia dan efek
dan mungkin terjadi tindakan barbiturates, anestesi umum, dan obat-obatan depresan SSP lain.


Farmakokinetik:

Puncak haloperidol tingkat plasma terjadi dalam waktu 2 sampai 6 jam pemberian dosis oral dan sekitar 20 menit setelah im administrasi. Mean plasma (terminal tereliminasi) paruh telah ditetapkan sebagai 20,7 ± 4.6 (SD) jam, dan meskipun ekskresi dimulai dengan cepat, hanya 24 sampai 60% dari obat radioaktif tertelan diekskresikan (terutama sebagai metabolit dalam urin, beberapa di tinja) pada akhir minggu pertama, dan sangat kecil tetapi tingkat radioaktivitas dideteksi terus berada di dalam darah dan dikeluarkan selama beberapa minggu setelah pemberian dosis. Sekitar 1% dari dosis yang tertelan kembali berubah dalam urin.


Indikasi Dan Penggunaan Klinis:

Management of manifestasi psikosis akut dan kronis, termasuk skizofrenia dan manik negara. Ini mungkin juga nilai dalam pengelolaan perilaku agresif dan gelisah pada pasien dengan sindrom otak kronis dan keterbelakangan mental dan dalam mengendalikan gejala Gilles de la Tourette's syndrome.

Kontra-Indikasi:

Pada keadaan koma dan dalam kehadiran depresi SSP karena alkohol atau obat depresan lainnya. Hal ini juga kontraindikasi pada pasien dengan depresi berat negara, penyakit kejang sebelumnya, lesi ganglia basal, dan dalam sindrom Parkinson, kecuali dalam kasus dyskinesias akibat pengobatan levodopa. Tidak boleh digunakan pada pasien yang diketahui sensitif terhadap obat, atau di pikun pasien dengan Parkinson yang sudah ada gejala seperti. Anak-anak: Keamanan dan efektivitas pada anak-anak belum ditetapkan, karena itu, haloperidol adalah kontraindikasi pada kelompok usia ini.

Kehamilan dan Laktasi:
Haloperidol tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam anomali janin dalam studi populasi yang besar. tidak akan diberikan pada wanita yang potensial melahirkan atau ibu menyusui kecuali, menurut pendapat para dokter

Tua atau lemah pasien yang menerima obat itu harus diamati dengan hati-hati untuk kelesuan dan penurunan sensasi rasa haus karena hambatan utama yang dapat menyebabkan dehidrasi dan berkurangnya ventilasi paru-paru dan bisa mengakibatkan komplikasi, seperti terminal bronkopneumonia.

Haloperidol dapat memperpanjang aksi hipnotis barbiturates dan mungkin memberi kekuasaan pengaruh alkohol dan obat-obatan depresan SSP lainnya seperti obat bius dan narkotika; hati-hati karenanya harus dilaksanakan bila digunakan dengan agen jenis ini dan penyesuaian dalam dosis yang mungkin diperlukan.

Pencegahan:

Administrasi untuk pasien dengan keterlibatan jantung berat harus dijaga, terlepas dari kenyataan bahwa baik haloperidol ditoleransi oleh pasien dengan insufisiensi jantung dan itu telah digunakan dengan hasil yang baik untuk mempertahankan fungsi kardiovaskular pasien dengan excitive krisis. Dalam kasus yang sangat jarang, telah merasa bahwa sumbangan untuk haloperidol adalah presipitasi serangan di angina-pasien rawan. Moderat hipotensi dapat terjadi dengan administrasi atau berlebihan parenteral dosis haloperidol oral, namun, vertigo dan sinkop terjadi hanya jarang.


Interaksi Obat:

Haloperidol dilaporkan dapat mengganggu sifat antikoagulan phenindione dalam kasus yang terisolasi, dan kemungkinan harus diingat efek yang serupa terjadi ketika haloperidol digunakan dengan antikoagulan lain.

Dalam studi farmakokinetik, ringan sampai sedang meningkat tingkat haloperidol telah dilaporkan ketika haloperidol diberikan secara bersamaan dengan obat-obatan berikut: quinidine, busipirone, fluoxetine. Mungkin perlu untuk mengurangi dosis haloperidol.


Efek SSP lain:

Insomnia, reaksi depresif, dan beracun negara confusional adalah efek yang lebih umum ditemui. Mengantuk, kelesuan, pingsan dan katalepsia, kebingungan, kegelisahan, agitasi, gelisah, euforia, vertigo, kejang grand mal, dan eksaserbasi gejala psikotik, termasuk halusinasi, juga telah dilaporkan.

Overdosage: Gejala: Secara umum, gejala akan overdosage berlebihan efek farmakologi yang sudah diketahui dan reaksi yang merugikan, yang paling menonjol dari daerah yang akan 1) reaksi ekstrapiramidal berat, 2) hipotensi, atau 3) sedasi. Pasien akan muncul pingsan dengan depresi pernapasan dan hipotensi yang dapat cukup parah untuk menghasilkan shock-seperti negara. Reaksi yang ekstrapiramidal akan terwujud oleh kelemahan otot atau kekakuan dan getaran umum atau lokal seperti yang ditunjukkan oleh akinetic atau agitans masing-masing jenis.

Dosis Dan Administrasi:

dosis awal harus individual melalui pertimbangan keparahan gejala, umur, berat badan, kesehatan, sebelumnya neuroleptic tanggapan terhadap obat-obatan, dan penyakit seiring negara. Awalnya adalah penting untuk meningkatkan dosis secara memadai hingga gejala dapat dikendalikan atau efek samping yang memerlukan menurunkan dosis atau menghentikan obat yang dijumpai. Ketika respons terapeutik yang memuaskan tercapai, dosis kemudian harus dikurangi secara bertahap ke tingkat pemeliharaan efektif terendah. Pasien dengan respon buruk sebelumnya neuroleptic lain obat-obatan, anak-anak, dan orang tua atau lemah mungkin memerlukan kurang haloperidol. Tanggapan yang optimal dalam pasien tersebut terbaik diperoleh jika terapi dimulai pada tingkat yang lebih rendah dan titrasi dosis lebih bertahap.

Dosis pemeliharaan biasanya berkisar antara 2 mg tid atau q.i.d.

Pasien lanjut usia atau lemah:

Lower dosis yang direkomendasikan pada pasien tersebut karena mereka mungkin lebih sensitif terhadap obat tersebut. Awalnya, dosis harian berkisar 0,5-1,5 mg (0,25-0,5 mg, 2 atau 3 kali sehari) harus digunakan. Atas penyesuaian dosis ini harus dilakukan secara bertahap; maksimum dan pemeliharaan harus dosis individual dan biasanya lebih rendah dalam jenis pasien.


+++++++

RISPERDAL

GOLONGAN GENERIK

Risperidone.


INDIKASI

Psikosis skizofrenia (penyakit jiwa yang ditandai dengan terpecahnya kepribadian, tampak sebagai gangguan jalan pikiran, emosi, dan perilaku) akut & kronis & kondisi psikosis (penyakit jiwa atas dasar kelainan organik atau gangguan emosi yang ditandai dengan kehancuran kepribadian dan kehilangan kontak dengan kenyataan, seringkali dengan delusi, halusinasi, atau ilusi) lain dimana gejala-gejala positif dan atau negatif menonjol.
Juga mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan perasaan atau keadaan jiwa yang berhubungan dengan skizofrenia.

PERHATIAN


# Diketahui adanya penyakit kardiovakular (jantung dan pembuluh darah), dosis harus disesuaikan secara bertahap sesuai anjuran, penurunan dosis harus betul-betul dipertimbangkan jika hipotensi terjadi.
# Insufisiensi ginjal atau hati.
# Usia lanjut.
# Parkinsonisme.
# Epilepsi.
# Pemantauan tanda-tanda diskinesia tardif.
# Mengendarai atau mengoperasikan mesin.
# Hamil, menyusui.

Interaksi obat :

- Levodopa dan agonis Dopamin lainnya.
- obat-obat yang bekerja secara sentral (hati-hati).

EFEK SAMPING

# Insomnia/susah tidur, agitasi/kegelisahan, ansietas/kecemasan, sakit kepala, somnolen (ketagihan tidur), kelelahan.
# Kadang-kadang : hipotensi ortostatik, hipertensi atau takhikardia refleks.
# Gejala-gejala ekstrapiramidal, peningkatan berat badan

(dari berbagai sumber)

chancil with kimbum

chancil with kimbum